Wamendikdasmen tegaskan penerapan deep learning bukan beban tambahan
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menegaskan penerapan deep learning (pembelajaran mendalam) bukanlah menjadi beban tambahan bagi guru ataupun murid.
Elshinta.com - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menegaskan penerapan deep learning (pembelajaran mendalam) bukanlah menjadi beban tambahan bagi guru ataupun murid sehingga tidak akan menambah kesibukan keduanya dalam kegiatan belajar mengajar.
Ia mengatakan kesalahpahaman persepsi publik mengenai implementasi deep learning tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh anggapan bahwa perubahan itu menambah beban.
“Pandangan publik atau persepsi publik seperti ini kemungkinan besar masih terpengaruh atau dihantui bahwa perubahan-perubahan yang dilakukan itu pada umumnya dipersepsi sebagai penambahan beban,” kata Wamendikdasmen Atip dalam siaran Siniar Sosialisasi Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 di Jakarta pada Senin.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan penekanan implementasi deep learning bukanlah memperluas materi pembelajaran, melainkan memperdalam pembahasannya.
Dengan pendekatan pembelajaran mendalam, lanjutnya, guru justru memiliki fleksibilitas serta keleluasaan untuk mengeksplorasi bidang studi yang diajar.
“Jadi kata kuncinya, titik tekannya itu pada kedalaman. Jadi bukan memperluas. Oleh karena itu, guru diberi fleksibilitas, keleluasaan untuk mengeksplorasi bidang studi yang diajar,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga menambahkan pendekatan deep learning memungkinkan para guru untuk melakukan kontekstualisasi sehingga memberikan ruang kepada para murid untuk dapat memahami bagaimana aplikasi materi pembelajaran tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara dari sisi murid, Wamendikdasmen Atip mengatakan pendekatan pembelajaran mendalam juga tidak akan membebani mereka melainkan menambah komprehensif proses belajar para murid karena tidak lagi hanya mengejar banyaknya konten yang diajarkan guru, melainkan makna dari setiap materi yang diajarkan.
“Jadi bagaimana mungkin si murid akan terbebani sehingga akan lebih komprehensif di dalam melihat sesuatu. Jadi berubah justru dari konten ke makna,” katanya.